Lhokseumawe - Publikasi karya ilmiah bagi seorang dosen saat ini sudah menjadi keharusan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi terus mendorong agar setiap dosen memiliki publikasi pada jurnal-jurnal ilmiah, tidak hanya pada skala nasional, juga pada skala internasional.
Sejalan dengan tujuan tersebut, Prof. Dr Dahlan Abdullah, dosen Jurusan Teknik Elektro melaksanakan pengabdian dengan memfasilitasi kegiatan Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah Bereputasi Internasional pada Rabu (17/11/2021). Pelatihan yang dilaksanakan secara virtual itu diikuti hingga 270 orang dosen dari berbagai universitas di Indonesia.
Pelatihan yang dibuka oleh Ketua Lembaga Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unimal, Dr Muhammad Daud itu menghadirkan Dr Darmawan Napitupulu, Koordinator Penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional sebagai narasumber.
Dalam paparannya Darmawan mengatakan bahwa total publikasi ilmiah Scopus Indonesia rentang waktu 1996 – 2020 sebanyak 212806, masih jauh tertinggal dengan negara tetangga, Malaysia, yang memiliki total publikasi ilmiah Scopus sebanyak 368061. Namun, dalam lima tahun terakhir yakni 2016-2020 tren publikasi ilmiah Scopus Indonesia merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan lima negara tetangga yaitu, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam . “Tercatat dalam lima tahun terakhir jumlah publikasi ilmiah Scopus Indonesia berjumlah 50145,” ujarnya.
Namun, Indonesia juga disebut beberapa kali sebagai negara yang memiliki jumlah publikasi signifikan pada jurnal predator. “Artikel yang ditulis oleh Jiang Xia dkk pada tahun 2014 yang diterbitkan oleh Wiley menyebutkan Indonesia termasuk salah satu negara yang berkontribusi pada jurnal predator bidang ilmu biomedik versi Beall List,” terangnya.
Menurut Darmawan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan penulis agar artikel yang ditulisnya bisa dipublikasi pada jurnal terindeks Scopus yakni tingkat kebaruan, signifikansi atau pentingnya kontribusi, serta menarik bagi para ilmuwan dan praktisi di bidangnya.
Selanjutnya, ada beberapa alasan kenapa artikel ditolak untuk dipublikasi pada jurnal terindeks Scopus yaitu pengulangan dari penelitian yang ada sebelumnya, kesimpulan tidak didukung oleh data, artikel sulit untuk dipahami, artikel kurang menarik, tidak menggunakan metodologi yang tepat, dan kesalahan etika meliputi plagiarisme, fabrikasi dan falsifikasi.
Sementara itu, Dahlan berharap bahwa informasi yang telah disampaikan oleh narasumber dalam kegiatan itu bisa bermanfaat bagi para peneliti. “Semoga publikasi ilmiah dosen dan peneliti Universitas Malikussaleh, bisa meningkat lebih signifikan setelah ini,” pungkasnya.